Mereka membicarakan kebiasaan orang Jepang yang sangat unik bagi mereka, yang berbeda dengan orang-orang di dunia pada umumnya.
Photo credit: Pexels.com
Jepang merupakan negara maju yang sangat terkenal dengan kedisiplinan, keuletan, tidak mudah menyerah dan juga kondisi sosial dan normanya yang berlaku di masyarakat.
Sebenarnya orang-orang Indonesia tidaklah kalah jauh dengan orang jepang, sehingga jangan berkecil hati dan tetap optimis.
Yang menjadi pembahasan pada kali ini adalah berbagai kebiasaan orang jepang, ada yang menurut kita baik, bahkan ada yang unik, tetapi ada juga sebagian kebiasaan orang Jepang yang dianggap buruk bagi kita (karena memang tidak ada yang sempurna).
Berbagai kebiasaan baik yang ada pada diri masyarakat jepang maka patut dicontoh. Adapun kebiasaan buruknya bisa kita tinggalkan (jangan diikuti).
Kebiasaan Baik Orang Jepang Sehari-hari yang Patut Dicontoh
1. Orang Jepang Rajin Membaca
Photo credit: Everystockphoto.com
Orang jepang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk membaca dibandingkan menonton televisi. Mereka menjadikan membaca sebagai budaya yang harus dilakukan berjam-jam dalam sehari.
Ketika naik kereta, sebagian besar dari mereka membaca, entah itu koran, novel, buku umum, buku pengetahuan, dll.
Di Jepang, profesi penerjemah buku asing ke bahasa Jepang sangat banyak, hal ini sudah diterapkan sejak 1684, dimana pemerintah wilayah Jepang berusaha menerapkan budaya membaca pada masyarakatnya, guna memperbesar wawasan dan melatih ketajaman otak mereka.
Beberapa budaya kebiasaan orang-orang jepang yang patut dicontoh, seperti membaca di transportasi umum. Apabila Anda seringnya melihat orang sibuk dengan gadget ketika di transportasi umum, maka kita akan melihat pemandangan berbeda saat berada di Jepang.
Di jepang, orang selalu membaca buku saat bepergian atau saat diperjalanan untuk mengusir rasa bosan. Hal kedua yang patut dicontoh yaitu tachiyomi, merupakan kegiatan membaca buku secara gratis yang dilakukan sambil berdiri di di dalam toko buku.
Di Jepang, umumnya toko buku menyediakan sebagian buku-buku yang pembungkusnya terbuka, agar dipersilahkan kepada orang-orang untuk membaca secara gratis, asalkan tidak merusak buku tersebut. Penjual toko buku tidak takut akibat banyaknya pembaca yang berniat membaca gratisan...
...itu karena mereka memiliki prinsip bahwa dengan semakin ramai kegiatan tachiyomi di tokonya, maka semakin banyak kemungkinan orang-orang itu untuk membeli buku di hari lainnya.
Ketiga, budaya yang cukup bagus yaitu kewajiban 10 menit membaca setiap hari di sekolah. Menurut Yoshiko Shimbun, sebuah harian nasional Jepang terbitan Tokyo. Di sekolah Jepang, para guru mewajibkan para siswa untuk membaca selama 10 menit sebelum memulai pelajaran sesungguhnya.
Aturan ini sudah diberlakukan lebih dari 30 tahun. Pembiasaan diri yang dilakukan dari tingkat sekolah dasar ini dinilai banyak pihak cukup efektif, untuk membuat orang Jepang cinta membaca.
Dengan membaca buku, kita bisa kaya informasi dan pengetahuan yang bermanfaat, berangkat dari hal inilah maka seseorang bisa membangun jalan untuk menggapai sukses. Untuk itu, jangan malas membaca jika ingin sukses. Jadikan membaca adalah “kebutuhan primer” seperti halnya makanan.
loading...
2. Rasa Malu yang Tinggi
Kebiasaan orang-orang jepang menjadi hal yang sangat unik dan luar biasa, patut dicontoh.
Banyak orang Indonesia yang ketahuan korupsi milyaran tetapi tidak ada nampak wajah malu (padahal sudah melakukan kejahatan besar), di depan kamera wartawan justru senyum-senyum bahkan tertawa...TIDAK TAHU MALU.
Ilustrasi Rasa Malu | Photo credit: Shutterstock.com
Dari pengalaman orang yang pernah langusng ke Jepang, mereka menjelaskan bahwa rasa malu telah merasuk ke dalam sanubari hati orang-orang Jepang. Mereka malu jika bersantai-santai, tidak bekerja keras.
Mereka malu jika tidak disiplin, melanggar peraturan, tidak jujur apalagi korupsi atau mengambil barang yang bukan miliknya. Seorang pejabat Menteri di Jepang mengundurkan diri setelah ketahuan menyalahgunakan amanah.
Bangsa Jepang menjadi bangsa yang besar saat ini, hanya bermodalkan rasa malu pada masyarakatnya, yang berefek saling cinta diantara mereka, tidak ada asa saling curiga, kompak untuk saling bekerja keras, dan malu jika melakukan hal-hal yang merugikan orang lain.
Bangsa Indonesia seharusnya bisa menjadi bangsa yang lebih besar lagi. Dengan mayoritas beragama Islam, maka harusnya semua pemeluk agama Islam meiliki rasa malu kepada Allah.
Yang rasa malu ini juga merupakan bagian dari ajaran agama, bahkan kata Nabi Muhammad malu kepada Allah pertanda keimanan seroang muslim.
Ketika rasa malu telah terpatri di dalam jiwa-jiwa masyarakat Indonesia, maka Indonesia akan menjadi bangsa dengan orang-orang di dalamnya yang berintegritas tinggi, mau bekerja keras, saling menyayangi, dan tidak mau merugikan orang lain.
3. Hidup Hemat dan Pandai Mengelola Keuangan
Kebiasaan unik orang-orang di Jepang, baik itu wanita maupun laki-laki, di Jepang banyak sekali orang yang belanja setelah jam 19.30, hal itu karena tokok-toko dan supermarket di Jepang sering memberikan potongan harga hingga 50 persen ketika setengah jam sebelum toko ditutup.
Photo credit: Pxhere.com
Jepang, dikenal sebagai bangsa yang suka menabung. Ketika krisis finansial global, Jepang sama sekali tidak terpengaruh. Hal itu karena cadangan uang negara yang sangat besar.
Orang Jepang suka sekali berhemat, bukan hanya hemat uang saja, tetapi juga hemat waktu dan tenaga. Bangsa Jepang memiliki prinsip bahwa pemborosan dan menyia-nyiakan waktu, tenaga, dan uang adalah hal yang memalukan dan harus dihindari.
Sehingga kalau diperhatikan, umumnya orang Jepang sangat menghargai waktu, mereka jarang sekali mengobrol ketika bekerja. Mereka menggunakan waktu dengan seefisien mungkin. Dengan penggunaan waktu dan hal lainnya yang efisien, mereka bisa menghasilkan sesuatu lebih berkualitas, lebih banyak dan lebih cepat.
Keuntungan yang diperoleh dari hasil produksi akan meningkat, itulah yang mensejahterakan mereka.
Lalu, apakah mereka membelanjakan semua pendapatannya? Jawabannya tidak, bahkan sebagian besarnya tidak dibelanjakan (alias super hemat).
Apabila orang jepang memiliki gaji yang besar, mereka akan menabungnya dan umumnya hanya membeli kebutuhan yang benar-benar pokok (penting). Kebiasaan menyimpan uang sudah mendarah daging pada diri mereka, yang bagaikan sebuah tradisi secara turun-temurun.
Sifat berhemat ini memang didorong karena kondisi geografis negara Jepang yang bergunung-gunung, yang sering dilanda gempa bumi. Sehingga hal ini secara otomatis semakin mengajarkan mereka untuk selalu siap sedia menghadapi segala kemungkinan bencana.
Dibandingkan masyarakat barat (Eropa dan Negara Amerika) umumnya masyarakatnya suka hidup berlebihan, seperti suka berbelanja barang yang tidak mereka perlukan.
Selain itu, bangsa Jepang tidak suka berhutang karena hal ini melibatkan harga diri. Sebaliknya kaum barat menjalankan gaya hidup berhutang, sehingga mengakibatkan munculnya berbagai masalah sosial dan ekonomi yang serius di negeri-negeri barat.
4. Orang Jepang Memiliki Loyalitas Tinggi
Hal yang sulit dicapai oleh masyaraat di negara lain, orang-orang di Negara Jepang memiliki loyalitas yang tinggi, mereka tidak mudah pindah kerja. Mereka memiliki prinsip untuk menyelesaikan satu hal hingga berhasil.
Photo credit: Shutterstock.com
Orang jepang umumnya sering lembur di perusahaan tempatnya bekerja, bahkan di Jepang ada istilah “Karoshi” yaitu istilah untuk menyebut kematian yang disebabkan kebanyakan kerja. Sehingga membuat kita sedikit bertanya-tanya hal yang membuat orang jepang “hobi” lembur.
Menurut laman En.rocketnews24.com, ada beberapa hal yang menjadi alasan orang jepang hampir selalu lembur atau berlama-lama di tempat kerjanya. Yang pertama karena loyalitas ke perusahaan. Hal ini berbeda dengan kondisi di Eropa dan Amerika yang pekerjanya sering pindah perusahaan untuk memperoleh gaji lebih tinggi.
Adapun di Jepang sudah populer dengan sistem “lifetime employment”, sehingga menimbulkan iklim loyalitas perusahaan yang kuat. Orang Jepang seringkali berbicara mengenai kecintaan mereka terhadap perusahaan tempatnya bekerja.
Penyebab kedua karena perusahaan Jepang rendah produktifitas, dimana pekerja tidak terlihat bekerja cepat dalam pekerjaannya, bahkan ada kesan pekerja Jepang sengaja mengulur pekerjaan, artinya dalam jam kerjanya mereka banyak memperoleh waktu istirahat. Sehingga untuk menyelesaikan pekerjaannya, diperlukanlah waktu overtime / lembur.
Penyebab ketiga, seperti sering diucapkan orang non-Jepang, bahwa orang Jepang tidak tahu bagaimana cara bersantai.
Orang Jepang sering dinilai akan merasa kebingungan ketika di luar jam pekerjaan, sehingga orang jepang lebih memilih untuk menghabiskan waktu di tempat perusahannya bekerja, yang menjadikan pekerja Jepang terlihat sangat loyalitas pada perusahaan tempatnya bekerja.
Penyebab yang terakhir orang jepang suka lembur, karena tentunya akan mendapatkan tambahan gaji yang lebih banyak.
5. Jiwa Pantang Menyerah
Jepang dapat dikatakan menjadi salah satu negara yang tandus akibat radiasi bom nuklir yang terjadi pada perang dunia ke-2 lalu. Kota Nagasaki dan Hirosima dijatuhi bom yang mengakibatkan hancurnya usaha bisnis di Jepang.
Bahkan dikatakan para ahli, akibat bom tersebut diperkirakan selama 100 tahun tanah di Jepang akan dalam kondisi tandus. Akan tetapi, setelah kehancuran pada masa perang dunia ke-2, dalam waktu singkat Jepang membuktikan kepada dunia menjadi negara maju.
Photo credit: Ganges.com
Hal itu dibantu dengan perkembangan bidang otomotif maupun teknologi secara umum yang berkembang pesat, sehingga Jepang mampu bersaing dengan negara-negara barat.
Kemajuan Jepang ini, tidak terlepas dari kualitas SDM yang tinggi, kemajuan jepang ini semakin didukung dengan sifat disiplin dan loyalitas yang tinggi.
Orang jepang memiliki prinsip hidup kuat, dan semangat pantang menyerah. Prinsip ini sudah diterapkan sejak dini di sekolah-sekolah Jepang.
Di dalam sekolah, misalnya, sang murid tidak boleh memakai kaos kaki, karena kalau telapak kaki langsung kena lantai yang dingin, itu akan baik untuk kesehatan.
Selain itu, kalau murid hanya sakit pilek ringan, maka tetap harus masuk ke sekolah, dari pagi hari sampai sore hari. Hal ini dinilai memberikan manfaat pada sang anak agar kelak menjadi orang-orang dengan jiwa kuat.
6. Pandai Kerjasama dalam Kelompok
Hasil pekerjaan orang-orang di Jepang biasanya dilihat dari tim kerja kelompok. Dimana, di Jepang jarang sekali menilai pekerja secara individual. Sistem yang berlaku seperti ini, membuat jiwa orang jepang lebih mudah untuk terhindari dari sifat egois.
Alhasil umumnya orang jepang akan lebih mementingkan kebersamaan.
Photo credit: Framepool.com
Pada sebuah materi di majalah Aneka Jepang yang diterbitkan oleh Kedutaan Besar Jepang, menjelaskan tentang kerja keras dan kesadaran kelompok bangsa Jepang. Menyebutkan bahwa orang Jepang suka kerja keras, suka berkelompok, suka meniru, dsb.
Jarang didengar adanya keberatan dari kalangan karyawan untuk kerja lembur, hal ini didorong oleh rasa tanggung jawab dan semangat kelompok. Orang Jepang cenderung kuat rasa keterikatannya terhadap kelompok di mana ia berada, terutama di perusahaan tempatnya mencari nafkah.
Ketika kondisi perusahaan sedang bermasalah atau ada tugas mendesak yang harus segera dituntaskan, maka para karyawan merasa terpanggil, dan siap memikul beban kerja bersama-sama, sehingga mengesampingkan kepentingan dan kesenangan pribadi masing-masing.
Kesetiaan berkelompok, selain di perusahaan juga terjadi lingkungan lainnya, seperti kelompok olah raga, klub kesenian, kelompok ketetanggaan, kelompok kelas di sekolah, dll.
Ketika orang Jepang masuk di dalam suatu kelompok, maka dalam dirinya timbul rasa kewajibannya untuk bertindak seirama dengan kemauan kelompok (kesepakatan dari anggota kelompok), sehingga tidak bertindak menonjolkan diri.
Prestasi seorang individu di dalam kelompoknya, itu bukan lagi prestasi untuk dirinya sendiri saja, akan tetapi sudah menjadi prestasi kelompoknya. Umumnya orang-orang Jepang tidak suka segala tindakan menonjolkan diri.
Sehingga orang Jepang kurang suka menerima sifat individualisme di dalam diri mereka. Masyarakat Jepang lebih mengutamakan keharmonisan dengan kelompok dan lingkungannya.
Adapun masyarakat Barat memiliki sifat individualisme tinggi yang sangat ingin menonjolkan diri.
7. Rasa Saling Menghormati Orang Jepang
Kebiasaan baik orang Jepang yaitu menghormati orang lain. Sebagai fakta, misalnya kita menabrak dan merasa kita yang salah, tetapi yang ditabrak akan meminta maaf terlebih dahulu sebelum kita meminta maaf.
Photo credit: Zeeboon.co.jp
Ada yang mengatakan, bahwa sikap menghargai yang dilakukan oleh orang jepang merupakan salah satu perwujudan rasa syukur mereka. Jadi begitu toh cara orang Jepang bersyukur.
Sikap saling menghargai sudah mendarah daging di dalam jiwa bangsa Jepang. Orang Jepang juga sangat menghargai makanan. Pedagang di Jepang sangat menghargai pembelinya, mereka berfikir bahwa bisnis mereka tergantung dari pembeli.
Menurut seseorang yang pernah pengalaman tinggal di Jepang. Kondisinya, dimana pembeli dan pelanggan dilayani dengan ramah, sekalipun pembeli komplen sambil marah-marah, orang yang komplen jarang dimarahi balik.
Pengalaman lainnya dari dia, bahwa jumlah tempat ibadah umat Islam (masjid) dan makanan halal untuk umat Islam semakin memadai.
Orang Jepang sadar betul betapa pentingnya pelayanan untuk orang Islam (dari berbagai Negara) yang datang ke Jepang, baik untuk berwisata, bisnis, dll, pelayanan yang baik ini tentunya untuk meningkatkan ekonomi jepang juga.
Di beberapa Negara, kita saksikan mereka (pemerintahannya) sangat antipati bahkan memusuhi segala hal yang berbau Islam, padahal orang Islam di dunia ada lebih dari 1 Milyar. Salah satu bentuknya yaitu ingin memusnahkan semua Masjid yang ada di Negaranya.
8. Pengusaha di Jepang Izinkan Pekerjanya Tidur Siang
Karyawan di Negeri Sakura, kini diberikan “hak istimewa” oleh perusahannya untuk bisa tidur siang di jam kerja. Harian Inggris, The Guardian, menatakan bahwa rata-rata perusahaan di Jepang mengizinkan karyawannya beristirahat (tidur) di siang sekitar 30 menit.
Photo credit: Epochtimes.com
Hal itu diterapkan oleh beberapa perusahaan di Jepang, karena dinilai bisa lebih mendukung produktivitas karyawannya. Salah satu perusahaan di Jepang yang menerapkan aturan tidur siang untuk pekerjanya yaitu Hugo Inc, sebuah kantor konsultan internet yang berada di kota Osaka.
Perusahaan Hugo Inc memperbolehkan karyawannya untuk tidur siang selama 30 menit, antara jam 13.00 dan 16.00 waktu setempat.
Adapun perusahaan renovasi rumah, Okuta, yang berada di dekat ibukota Tokyo, memperbolehkan pekerjanya tidur siang selama 20 menit di meja atau di ruang santai staf.
Perusahaan tidak menganggap tidur siang sesaat ini sebagai bentuk kemalasan, melainkan justru untuk meningkatkan produktivitas karyawannya.
Hal ini berdasarkan juga pada kesaksian para pekerja mengenai manfaat tidur siang yang diperolehnya. Seorang karyawan yang bernama Ikuko Yamada, merasakan dirinya terbantu dengan adanya aturan tidur siang.
“Jika saya menggunakan sebuah kalkulator ketika saya merasa mengantuk, membuat saya terpaksa memeriksa lagi pekerjaan saya dua kali untuk mencegah terjadi kesalahan. Sehingga memakan lebih banyak waktu," kata Yamada kepada harian Yomiuri Shimbun.
Perusahaan lainnya, seperti Kafe Ohirune di Tokyo, yang menyediakan 8 tempat tidur bagi pekerja yang ingin beristirahat siang sementara. Aturan seperti ini, juga memang berdasarkan himbauan Kementerian Kesehatan Jepang, yang menyarankan tidur di siang atau sore hari selama 30 menit.
9. Prinsip Wanita Jepang Setelah Menikah Patut Ditiru
Umumnya wanita di Jepang setelah menikah, maka lebih memilih untuk menjadi seorang ibu rumah tangga. Saat ini, di banyak negara Barat, sudah dianggap normal jika seorang istri akan terus bekerja setelah menikah.
Di Jepang, sistem tradisional masih lebih menonjol, yaitu suami yang banting tulang bekerja dan mencari nafkah, sedangkan istri bertugas di rumah untuk merawat suami dan anak dengan baik.
Meskipun kelesuan perekonomian Jepang terus berlanjut hingga saat ini, tetapi umumnya istri tetap lebih suka menjadi ibu rumah tangga sejati, dibandingkan bekerja di luar.
Adapun di Indonesia saat ini, sudah muncul prinsip ala barat pada wanita (istri), dimana suami bekerja dan istri juga ikut bekerja.
Alhasil suami dan istri bekerja, maka sang anak jarang bertemu dengan Ayah dan Ibunya karena masing-masing sibuk bekerja.
Karena kekurangan perhatian dan kasih sayang inilah, yang membuat anak muda generasi sekarang ini banyak melakukan hal-hal buruk, yang membuat kita mengelus dada.
Percuma kebutuhan materi dan fisik terpenuhi (bahkan lebih dari cukup), tetapi kebutuhan kasih sayang dan perhatian tidak diperoleh.
Hal baik lainnya dari umumnya orang-orang (istri) di Negara Jepang, yaitu jarang menitipkan anak, artinya mereka lebih suka bersama dengan anak-anak mereka dari pada menitipkannya.
Hal ini berbanding terbalik dengan dunia Barat, dimana orang tua sering menitipkan anak-anak mereka ke rumah saudara, tetangga, tempat penitipan anak, dll.
Di Jepang mengharuskan aturan panggilan di dalam keluarga. Ketika bayi pertama baru lahir, maka Anda dan pasangan anda tidak lagi boleh saling memanggil nama, melainkan menggantinya dengan okaa-san (ibu) dan otou-san (ayah).
Bahkan bentuk panggilan seperti itu diwajibkan ketika mereka hanya bercakap berdua saja (tidak di depan anak-anaknya). Selain itu, yang diperbolehkan adalah panggilan mama-papa, atau juga panggilan suamiku dan istriku.
Setelah punya cucu, maka pasangan di Jepang akan mengganti panggilan menjadi obaa-san (nenek) dan ojii-san (kakek).
10. Budaya Mengantri
Jangan sampai kebiasaan buruk yang sudah biasa kita lakukan di negara Indonesia tercinta, terbawa ke negeri Jepang, yaitu budaya menerobos yang bisa kita lakukan di Indonesia.
Adapun (entah mengapa) orang-orang di Jepang sangat loyal pada peraturan yang sudah dibuat, serta terlihat santun pada orang lain.
Antri sudah menjadi “disiplinnya” orang-orang Jepang. Ketika kita berada di Jepang, maka harus menyesuaikan (beradaptasi) untuk membiasakan budaya antri mereka, sehingga tidak melakukan hal-hal yang aneh dan memalukan.
Orang Jepang sendiri akan terlihat begitu menyesali ketika menerobos ataupun menghalangi jalan orang lain. Ketika berkendara, di Jepang jarang ditemui orang yang seenaknya berkendara.
Contohnya yang sering kita lihat di Indonesia, seperti saat macet banyak mobil (apalagi motor) yang pindah ke jalur kanan, lalu ke jalur kiri, ke kanan lagi, ke kiri lagi (agar cepat-cepat sampai), sehingga
menzolimi pengendara lainnya yang diselak posisinya.
Dari budaya mengantri dan kesantunan, sebuah pengalaman dari orang yang pernah langsung pergi ke Jepang, ketika dirinya akan menyebrang, ada mobil yang menunggu di depannya. Tak tahunya, ternyata sang pengemudi mobil menunggunya menyeberang terlebih dulu.
Tetapi, karena dirinya sedang menunggu seseorang, maka dipersilakan mobil itu untuk lewat duluan. Lalu… pengemudi dalam mobil itu langsung memanggutkan kepalanya tanda sangat berterimakasih. Dari pengalaman ini, dia menilai kesantunan orang-orang di negeri yang dikunjunginya luar biasa.
Di Jepang, membunyikan klakson adalah pertanda bahaya. Klakson hanya dibunyikan ketika terjadi hal genting, di luar itu tidak boleh membunyikan klakson. Sehingga, suasana jalanan di Negara Jepang umumnya tidak berisik.
Penting!! Dari berbagai hal unik dan luar biasa yang ada pada bangsa Jepang (maka agar tidak salah sangka) perlu diketahui bahwa tidak semua hal di negara Jepang itu baik, tentunya juga terdapat hal buruk. Sehingga kita contoh yang baik saja dan kita buang hal-hal yang buruk.
0 Komentar